Mina-san, selamat pagi.

Saya mengetik review ini, di Minggu pagi, ditemani secangkir kopi susu panas sambil duduk di sisi jendela cafe. Persis seperti bayangan ideal saya tentang menjadi tumbuh sebagai orang dewasa (manusia yang memiliki kewajiban bayar tyagihan dan pajak)

Kali ini, saya akan mengulas mengenai salah satu film animasi terbaik, yang rilis di penghujung tahun 2022 ini, besutan sutradara yang sudah menjadi favorit saya sejak masih duduk di bangku SMA; Makoto Shinkai.

(ada baiknya para pembaca sekalian beranggapan kalau post ini penuh dengan spoiler, jadi tolong jangan baca lebih lanjut apabila tidak berharap mendapatkan ulasan full dengan jalan cerita sampai akhir)

‘SUZUME NO TOJIMARI’ (2022)

Hari ini, adalah ketiga kalinya Tyas menonton film ini. Alasan menonton film ini sampai 3 kali; pertama, tentunya karena penasaran dan ingin mengetahui jalan cerita keseluruhan–secara, sutradaranya Makoto Shinkai gitu loh. Kedua, karena saya ingin basking in Sota’s hotness dan voice. Ketiga, tentunya karena gatal ingin review.

“Siapa Sota? Akan kita bahas lebih lanjut di review.”

Maka dengan demikian, mari saya lanjut review film yang saya tonton pagi ini, dengan kondisi cuma tidur 5 jam doang.
(sinopsis silahkan google sendiri ya, saya akan menceritakan detail soalnya //PLAK)

Masih berkutat dengan kasmaran gadis SMA yang dibalut dengan selipan fantasy dan panorama film yang memukau. Sedari dulu, Makoto Shinkai saya akui memiliki mata yang jeli dalam menggambarkan sesuatu yang remeh menjadi pemandangan yang memukau. Tentunya tak lupa ditambahkan bumbu warna warna dan hiasan bak dunia dongeng.

Suzume no Tojimari, mengajak kita menjelajahi beberapa tempat dari ujung selatan–Kyushu, hingga ke utara Honshu. Tanpa diragukan lagi, Makoto Shinkai, seperti biasa, memberikan warna dan pemandangan yang indah dan sanggup menyulap seisi bioskop menjadi hanyut ke dalam cerita.

“Hujan aja warna warni.”

Film kali ini berkisah tentang Suzume; seorang gadis SMA di pinggiran laut Miyazaki, yang tak sengaja bertemu dengan pemuda yang berkelana mencari pintu.

“Kalau saya mencari duit.” //GAK

Munakata Sota–pemuda yang mencari pintu, memiliki misi menutup pintu; Tojishi. Tugas dari tojishi ini adalah menutu pintu-pintu bangunan terbengkalai. Apabila pintu bangunan tak berpenghuni tersebut terbuka, maka akan membawa bencana gempa yang disebabkan oleh Mimizu bagi daerah tersebut.

Mimiju

Di penjuru jepang, ada dua gerbang yang apa bila terbuka, maka akan menyebabkan bencana besar. Gerbang ini ditutup dengan patung yang ditancapkan di dekat pintu tersebut yang disebut Kanameishi. Di film, tanpa sengaja Suzume mencabut Kanameishi yang tertancap di gerbang barat. Kanameishi yang dicabut tersebut akhirnya berubah menjadi seekor kucing putih yang nantinya dipanggil Daijin.

Kucing emang terlahir sebagai villain alami

Daijin, yang terbebas dari bentuknya sebagai kanameishi, lantas memberikan perannya sebagai kanameishi kepada Sota yang lalu dengan ajaibnya berubah menjadi sebuah kursi berkaki tiga yang tadinya milik Suzume. Demi mengejar Daijin yang setelah nya kabur-kaburan, Sota dan Suzume memulai perjalanan mencari Daijin.

“Gue juga punya kanameishi, dua, di rumah.” //PLAK

Kanameishi di rumah

Kanameishi ini nyatanya ada dua. Kanameishi ini, kalau dari pandangan saya sebagai penonton, diibaratkan yin dan yang. Daijin, adalah sisi putih, dan yang satunya lagi; Sadaijin; adalah sisi hitam. Berdua, adalah kanameishi yang harus ditancapkan pada mimizu, supaya energi raksasa yang menyerupai cacing kolosal–kek titan dong–tersebut tidak keluar dari pintu ushiro-do dan menghasilkan bencana.

Seperti yang saya bilang di awal, Munakata Sota adalah alasan pertama saya menonton film ini berulang-ulang. Kedua, adalah Serizawa Tomoya–teman Sota yang suaranya diisi oleh Kamiki Ryunosuke (pengisi suara Tachibana Taki pada film Makoto Shinkai terdahulu, Kimi no Na wa)

Mabuhay, maraming salamat lah Sota pokoknya

Memang, jika dibandingkan suara Serizawa maupun Tachibana Taki, suara Sota di sini, nomer satu. Top margotop. Bikin telinga kayak dimanja alunan harpa surga, dan backsound nya malaikat nyanyi. Sungguh mabuhay.

P.S. kayaknya gak ada karakter dari film Makoto Shinkai yang terdahulu

Sota, saya akui memiliki kharisma yang adiktif, bikin tercandu-candu. Suaranya saja, lembut dan tegas di saat bersamaan. Jangankan Suzume–gadis polos yang belum mengenal dunia, gue aja jadi kesengsem.

Makhluk tuhan yang paling sexy

Namun, meski demikian, Serizawa merupakan salah satu karakter favorit saya di sini; cowok seumuran mungkin satu angkatan kuliah dengan Sota yang mypace, bisa hidup bahagia tertawa meski mobil open car nya baru aja nyuksruk ke ladang orang dan pintunya patah. Tapi, sisi Serizawa yang sangat peduli terhadap orang-orang sekitarnya; mengecek Sota yang tak kunjung pulang sampai ke apartemennya, mengantarkan Suzume bertemu dengan Sota meski Serizawa sendiri tidak tahu tempatnya, serta menenangkan Tamaki–aunty dari Suzume–setelah ia bertengkar dengan keponakannya. Serizawa, merupakan penyelamat di sini. (Ya, kalau ngga, Suzume ke kampungnya dulu naik shinkansen lagi :/ )

Point plus Serizawa; doi ngerokok dan pakai kacamata. Kurang jas aja. Kalau pake jas, doi naik ke peringkat satu, mengalahkan Sota. Wink.

–Tyas, sukanya lelaki gepenk. //GAK

Matsumura Hokuto–pengisi suara Sota, disini tidak hanya brilian dalam menjalankan perannya sebagai pengisi suara Sota yang bentuk manusia, namun juga lugas mengekspresikan dirinya sebagai Sota yang terperangkap dalam kursi berkaki tiga. Sota, meski kurang ganteng daat menjadi kursi, sangat amat teramat ravishing saat menjadi manusia. Kok Bapak Makoto kepikiran bikin karakter male protagonist dengan rambut panjang, bulu mata lentik dan tahi lalat di bawah mata, dengan display dan suara yang sangat pleasing to the eyes and ears.

Tapi memang melihat banyaknya anak-anak bocil yang pada belum satu meter, nonton dan memenuhi bioskop minggu pagi ini, bikin saya berpikir, ada baiknya Sota memang diubah menjadi kursi saja di sepanjang film. Karena kalau Sota bentuknya kayak gitu sepanjang film, curiga anak anak sekolah kudu rebutan tiket sama tante tante macam saya.

Penuh banget gengs, kanan kiri gue aja ada orang.

Pada scene terakhir dimana Sota hendak menyelesaikan misi akhir–menancapkan kanameishi dan menjinakkan Mimizu, kenangan kota yang telah mati, hidup dan menggambarkan orang-orang yang pernah tinggal disitu.

Orang-orang tersebut adalah penduduk yang dulunya bahagia dan memiliki kehidupan, kini entah sudah tiada atau hidup dengan kenangan yang menyakitkan akan kehilangan orang tersayang dan anggota keluarganya dari bencanaa tsunami yang melanda Jepang 2011 silam.

Memang bagi kebanyakan orang Jepang, bencana 2011 adalah hal yang sensitif dan melukai hati banyak orang sana. Jadi, bikin perasaan jadi mellow dan bawaannya pengen nangis ungsrak-ingsreuk sampe tisu habis sepuluh lembar. Tapi kali ini gue ga bisa, karena ngga ada space, dan Tyas bukanlah tipe yang bisa nangis di dekat orang.

“Nangis paling lega terakhir adalah saat adegan cerai pertarungan Albus Dumbledore dengan Gerret Grindelwald di Fantastic Beasts; Secrets of Dumbledore.”

Menonton film Makoto Shinkai tuh, pasti mau ga mau, bikin pengen membandingkannya dengan filmnya yang terdahulu. Buat Tyas, yang masih top adalah Kimi no Na wa–meski 5cm per Second masih paling sadis dan belum sanggup re-watch ulang karena semua luka yang tersimpan di dalamnya.

Overall, Suzume no Tojimari terasa bagai sajian lengkap yang menghibur di sepanjang alur cerita. Plot, scenery, musik, tokoh dan hubungannya dengan peran utama, perasaan yang dibangun dari klimaks yang dibangun. Semua terasa begitu nikmat.

Namun, memang sepertinya film ini ditujukan untuk semua umur, porsi romance di sini sangat tipis hampir tak berasa. Tidak seperti film-film pendahulu yang dibuat Makoto Shinkai, film ini memang lebih mendekatkan unsur fantasy, action dan hubungan manusia; Suzume dan orang orang yang ditemuinya, dan Suzume dan masa lalunya.

“Makanya Sota tidak muncul banyak sebagai sosok mahasiswa dengan rambut berkibar, yang mana bikin gue penasaran, doi pake kondisioner apaan. Karena kalo gue, udah pasti kusut meski dengan kondisioner.

Lalu, meski Tyas mengharapkan bumbu romens di film kali ini dan mendamba Munakata Sota, namun kalau kombinasinya Sota–pemuda tanggung belum lulus kuliah, featuring gadis SMA yang gue taruhan masih belasan usianya, Imma sit this one out. Engga cocok kombinasinya. Mungkin kalau Suzume dibikin closer in age, maybe this would have been fun.

“Yha, lagunya Taylor Swift.”

Yah, kalau misal couple leadnya cuco sikit, mungkin bakal kayak Kimi no Na wa ya, yang bikin gue overthinking berbulan-bulan. Namun kali ini, saya lebih menikmati chemistry Suzume dengan teman seusianya; Chika–yang ditemuinya di Ehime dan memberikannya tumpangan menginap. Mereka memiliki one-girls-night yang sangat menyenangkan dengan girls-talk nya.

Di akhir review ingin saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Makoto beserta seggenap jajaran tim, yang sudah deliver film animasi yang bagus banget. Lagu-lagunya ciamik bikin saya muter berulang-ulang, apalagi KANATA HALUKA nya RADWIMPS. Liriknya gak pernah gak bagus.

“As long as you’re there, how scary the following words wouldn’t matter, because I would embrace it.”

Semua scoring, lagu-lagunya enak. Bahkan lagu featuring yang disetel oleh Serizawa saat perjalanannya ke Tohoku. Semuanya kini sudah bisa didengar di Spotify! *iklan*

Terakhir, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tojishi di seluruh penjuru Jepang, di seluruh penjuru dunia–kalau ada, terima kasih banyak atas kerja keras kalian menutup ushiro-do, sehingga tidak timbul lebih banyak lagi korban.

Ada kata cinta yang saya pelajari di sini. Ada yang jauh lebih romantis dari ‘I Love You’; ‘aku akan pergi menemuimu‘. Peringkat dua. Karena peringkat pertama tetap ‘mari kita masuk angin bersama dan melewati mimpi jam 3 pagi‘ milik Confession nya RADWIMPS.

Terakhir, Suzume bilang, “masa depan itu tidak menakutkan!”. Lalu gue, working class adult, yang belom punya tabungan sama sekali, padahal usia sudah menginjak separuh masa hidup orang Indonesia kebanyakan menjawab dengan spontan, “TAKOOOTTT!!”

current music: HALUKA KANATA by RADWIMPS
current mood: MUNAKATA SOTA 🥰
location: Flower Heights

-Ijou desu-