Minna-san, konbanwa!

Saya baru saja menyelesaikan semangkuk mie instant yang diimpor dari Indonesia. Saya tak menyangka bisa makan makanan impor dari negeri sendiri. Bukan, saya bukan menyelesaikan peer liburan. Bukan. Apalagi skripsi. *mojok di cafe* //plak

Kali ini sesuai janji saya, saya mau mereview film yang komiknya baru saja saya rekomendasikan di sini. (Bukannya awal loe janji mau review Takumi-kun : PURE ya?) Itu belakangan. Masih sensi sama Babaroa. Ngga tau kenapa. Mungkin saya yang masih baper karena Mas Kengo, dan perannya Babaroa adalah perannya mas Kengo dulu. Jadi, saya skip demi makan mie (ngomong apa si yas??)

Mari kita mulai review-nya.

Ame to Kiss (2015)
91uknrck23l-_sl1500_

Menceritakan Maeda Taiki (Yoshioka Yuu)–seorang pegawai toko fashion yang menganggap dirinya biasa saja dan naksir seorang staff dari divisi utama tempatnya bekerja–Yagii Haruhisa (Kishimoto Takuya) yang berpenampilan menarik dan beraura positif. Pada suatu festival musim panas, dimana toko tempatnya bekerja selesai menggelar event, sang kepala toko Wani mengajaknya untuk merayakan kesuksesan event mereka dengan acara minum-minum yang kebetulan diselenggarakan di tempat tinggal Yagii.

Ditengah acara, Yagii berkata ingin melihat sosok Maeda yang memakai yukata, namun hal tersebut ditepis mentah-mentah oleh pemuda tersebut yang langsung mengatakan jika dirinya tidak cocok memakai yukata karena berwajah jelek. Yagii menegurnya karena Maeda selalu menganggap rendah dirinya. Maeda yang tak terima, mengatakan jika Yagii selalu disukai orang lain dan tak pernah berada dalam posisi seperti dirinya, alih-alih ia menantang Yagii untuk mencium wajahnya.

Yagii, menyanggupi tantangan tersebut, dan mencium Maeda saat itu juga. Namun keesokan harinya, Yagii berperilaku seolah tidak terjadi apapun di antara mereka. Maeda menganggapnya jika Yagii terlalu baik, dan tak mungkin menolak permintaanya karena merasa tak enak. Lalu ia menemukan pria tersebut bersama dengan Risa–salah seorang pegawai toko yang sama, hendak makan siang bersama. Terlebih Wani-chan–sang kepala toko dan Hana membicarakan serasinya kedua pasangan tersebut dan kemungkinan mereka menjalin kasih karena mereka terkena flu di saat bersamaan.

Maeda yang akhirnya tanpa sadar mengunjungi apartemen Yagii untuk menjenguknya, bertemu dengan pria tersebut. Diajak memasuki apartemennya, Maeda menemukan kedua gelas bekas pakai dalam wastafel apartemen Yagii dan menduga jika di hari sebelumnya Risa datang mengunjungi apartemen ini dan berduaan dengan Yagii. Yagii yang mengkonfirm jika benar adanya Risa datang, membuat Maeda tak nyaman, dan berniat pergi. Namun Yagii mencegahnya dan menyatakan perasaannya terhadap Maeda.

Review: Apa pendapat saya mengenai komiknya adalah 8/10. Jika ada orang yang melihat komik dari artworknya, saya menilai komik dari covernya (iya). Karena covernya unyu, jadi aja saya baca. Pas dibaca ternyata jalan cerita dan emosi di dalamnya bagus! Jadi saya rekomendasikan kepada pembaca sekalian.

Pas lagi rekomendasi, ternyata inget kalo manga ini dulunya ada filmnya. Direkomendasikan temen, tapi ngga inget, karena sejujurnya waktu itu ngga tertarik, dan nontonnya ngga lebih dari 5 menit dan langsung ditutup karena ngerasa aneh.

Malam ini, sambil makan mie, saya mencoba menonton kembali untuk mereview film ini. Daaaan benar saja, saya ngga kuat nonton. Kenapa? SINEMATOGRAFI-nya yang buat saya ngga banget dan malah bikin awkward. Jujur saya nonton sendiri, tapi geli sendiri.

Mari kita bahas satu-satu ya.

Untuk penokohan dan casting, saya rasa oke oce aja tuh. Meski tak sesuai karakter di komik Yoshioka Yuu-san (Maeda Taiki) membawakan peran laki-laki kurang pede tersebut dengan cukup baik (terlepas dari tingginya yang jauh beda sama Maeda di komik) namun kesan malu-malu dan self-insecure ya yang tinggi, cukup saya rasakan dari Yoshioka-san. Lalu ada Kishimoto Takuya (Yagii Haruhisa). Awlanya saya malas menonton karena mereka berdua anak tenimyu. Iya kalo alpha pair mah langsung disamber, masalanya mereka ini pemeran Chinen Hiroshi 2nd Season (Yoshioka Yuu) dan Akutsu Jin 2nd season (Kishimoto Takuya). Kebayang ngga sih kombi serem antara Chinen x Akutsu. Makanya saya rehat sejenak untuk tidak menonton film ini selama 2 tahun.

th_116_
“Itu bukan rehat namanya, tapi lupa”

Oke balik lagi. Ternyata, terlepas dari peran mereka sebelumnya, terutama mas Kishimoto, peran mereka di sini cuco sekali. Secara pribadi, saya menyukai karakter Yagii-san disini yang meski sederhana namun wajahnya ekspresif. Saya jatuh cinta pada Kishimoto-san karena unyu. Entah peran Yagii-san, atau memang dia itu loveable.

Dan serunya, ternyata dua karakter yang saya nilai seram pada perannya di tenimyu ini, malah unyu dan cuco di sini. Kemistri mereka dapet meski agaknya kurang ‘pacaran’ dan nongkrong bareng. Dari penampilan, pada saat pengambilan gambar dinamis, ketara sekali jika Maeda di film, lebih tinggi dari Yagii-san, sementara di komik adalah sebaliknya. Dan anehnya saya tidak mempermasalahkan itu, walau pada beberapa film menurut saya tinggi seme itu yang terpenting. Tapi saya ayem aja menikmati film ini tanpa meributkan si anu lebih tinggi dari semenya, dan ngga suka seme pendek. Saya, no probs.

Namun, apa yang saya permasalahkan di antara keduanya adalah akting. Meski dialog tanpa kata di antara mereka itu unyu abis, namun dialog perkataan mereka masih rikuh. Buat saya, dapat diliat dari gesture nya yang kurang luwes. Entah kurang latihan, atau sutradaranya ngga ngawasin pengambilan gambar.

Ada beberapa adegan dimana Yagii ‘menyergap’ Maeda yang saya rasa itu intens sekali. Namun nyatanya di sini hanya pergerakan seadanya yang bikin suasana ngga terbangun. Mungkin karena tempat syutingnya sempit kali ya. Jadi sutradara ngga bisa masuk buat ngawasin. Cuma ada kameraman sama pemerannya aja di dalem. Apa ya, walau tau ini film mungkin budgetnya rendah, tapi aktingnya coba yang cuco pada. Kan film bagus juga yang seneng kalian pada (anak teater lagi nguliahin ngga mutu)

Ngga cuma kedua pemeran utama, beberapa pemeran lainnya, terutama kedua rekan kerja Maeda (yang termasuk sang kepala toko sendiri) yang kemana-mana selalu berdua dan bikin saya risih. Namun, saya akui, casting sang kepala toko memang tepat adanya. Saya suka aktingnya meski berbeda jauh dengan yang di komik, namun yang dalam film ini memiliki warna dan ciri khasnya tersendiri. Tinggal satu rekan kerjanya sendiri yang agak mengganggu. Kurang eksplorasi kayaknya.

Itu ajah. Sisanya, adegan peluk-peluk dan unyu-unyuan, saya ngga ada masalah.

th_113_
Bagaimana dengan adegan ena-ena?

Itu saya ngga mau liat. Asli. Bikin malu. Walau nontonnya sendirian. Ngga tau saya menuju tahap sembuh dari fujo atau bagaimana, yang jelas berkat pengambilan gambar dan shutter speed yang ngga diturunin… eh buka shutter speed, apa ya. Ngga Slow-Mo gitu, jadi ngambil gambarnya seadanya aja. Saya jadi serasa nonton jgv //EHHH yah gitu, makanya malu.

ckulyscvaaaulyf

Adegan kisunya sebenernya cukup cuco. Apalagi kalo banyak latihan. Saya maklum kalau ini hanya film, dan kelihatan sekali Yoshioka-san rikuh. Namun yang namanya film, ada baiknya jika aktingnya bener-bener totalitas biar baik manga maupun filmnya sama bagusnya.

Dan masalah utama yang menjadi protes saya dalam tulisan ini adalah tata cara pengambilan gambar. Sinematografi atau pengambilan gambar ala-ala filmnya kuraaang film. Apa ya, mulai dari pencahayaan. Redup!! Meski ada jendela gede-gede, namun suasananya gloomy sangat. Maaf, tapi saya bandingkan dengan ‘Doushitemo Furetakunai‘ yang sama gloomy-nya dan sama darknya.

Namun saya tidak protes terhadap sinematografi Doushitemo Furetakunai, karena memang terasa seperti film. Namun Ame to Kiss?? Arrghh ini pakek kamera apa siii?? Selain pencahayaan, pergerakan dan lansekap kamera juga bikin saya gatal dan malas nonton film ini, meski mas Kishimoto itu ganteng, dan ceritanya unyu. Kalo aja lansekapnya bagus, akting yang rikuh juga mungkin tertutupi sedikit.

Orang-orang. Lagi-lagi mungkin karena film ini bener-bener berbudget rendah, sampe orang yang lewat seliweran pun minim. Yang datang ke toko dan ke festival terhitung sedikit, jadi ngga berasa seperti pusat keramaian, yang menjadikan film ini kaku. Gitu.

EFEK!! Itu apa-apaan ada efek bunga yang tiba-tiba nongol. Kalo misal drama india atau komedi macam Ouran High School sih iya-iya aja, tapi ini kan maksudnya apa ya, film minim komedi yang isinya drama dan perseteruan hati. Ngga in aja efeknya. Jadi aneh.

Tapi terlepas itu semua saya suka bagaimana kedua peran utama ini membawakan karakter manga-nya ke dalam film. Sayang sekali semua itu terbentur teknis dan budget. Seandainya ada yang mau mendanai lebih untuk remake film ini, saya menyarankan tetap memakai Yoshioka-san dan Kishimoto-san.

Rating: ★★★

current song: Let’s Go Crazy by Prince
current mood: galau
location: Dai-2 Shimizu Sou

-Ijou!-